Kamis, 13 November 2014

KJS Kutuk Kekerasan Insan Pers

SUMENEP - Puluhan wartawan harian cetak dan elektronik yang tergabung dalam komunitas jurnalis sumenep (KJS) menggelar aksi solidaritas dengan memperagakan tindakan polisi yang memukul sejumlah wartawan saat melakukan peliputan aksi menolak kenaikan BBM di sulawesi selatan,  komunitas jurnalis sumenep mengutuk keras kriminalisasi pers oleh oknum polisi yang menyebabkan beberapa wartawan televisi terluka pada aksi kemaren, kamis (13/11/2014), di sulawesi selatan.

Komunitas jurnalis sumenep (kjs) menyatakan para jurnalis melaksanakan tugasnya di lindungi oleh undang-undang, sehingga siapapun yang melakukan  kekerasan terhadap insan pers harus di usut tuntas.

"Kami mengutuk oknum polisi yang melakukan pemukulan terhadap wartawan," kata ketua komunitas jurnalis sumenep, Abd Rahem, dalam orasinya, jum’at (14/11/2014).

Dalam aksinya puluhan wartawan juga memperagakan aksi kekerasan yang di lakukan oknum polisi polda sulawesi selatan yang memukul wartawan televisi bahkan merampas kamera para wartawan. Polisi sebagia  pengayom dan pelindung masyarakat seharusnya melindungi tugas-tugas wartawan yang bekerja di lindungi oleh undang-undang.

Wartawan bekerja di lindungi UU pers nomor 9 tahun 1999 tentang kebebasan pers, kata abd rahem, menambahkan.

Aksi para wartawan di  lakukan di depan  pintu sebelah timur taman adipura sumenep, dalam aksinya para wartawan meletakkan semuah tas kamera di  jalan  sebagai bentuk protes terhadap  kekerasan yang di  lakukan oknum polisi kepada wartawan di  sulawesi selatan kemaren. (MAN/88)

Carok Dijadikan Media Impropisasai Oleh Masyarakat Madura

SUMENEP Meski budaya Carok tidak banyak
membawa manfaat bagi masyarakat Madura, namun budaya tersebut hingga saat ini masih tetap pepuler dimata nasional. Bahkan dari beberapa kejadian carok di Madura, memakan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya, akan tetapi hal itu tidak membuat
masyarakat jera ataupun berhenti bercarok.
Lalu seperti apa tanggapan masyarakat terhadap budaya tersebut, berikut wawancara khusus satuwarta bersama Ibnu Hajar, Budayawan
asal Sumenep.

Menurut Ibnu Hajar, sampai kapanpun budaya carok akan tetap terjadi di Madura, bila ada masyarakat lain yang melanggar tiga ketentuan yang sangat dihormati oleh masyarakat, sejak zaman nenek moyang. Tiga hal yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat Madura, adalah harta, wanita, dan tahta.

Bila ketiga pantangan tersebut dilanggar oleh masyarakat, maka hukumannya adalah carok, tidak terkecuali masyarakat yang melanggar pantangan itu, berasal dari masyarakat luar Madura.

Bagi masyarakat Madura, mempertahankan harga diri adalah harga mati, sehingga siapapun yang menginjak bumi Madura harus menjunjung tinggi dan menjauhi tiga pantangan tersebut. Karena bila hal itu dilanggar, masyarakat Madura akan marah dan bertindak anarkis pada masyarakat yang melanggar pantangan tersebut, tidak terkecuali pelaku pelanggaran itu berasal dari luar daerah.

"Untuk membrantas budaya carok di Madura sangat sulit, karena carok merupakan satu-satunya mediasi untuk menuntaskan persoalan yang tersumbat, bisa saja tradisi carok di brantas meski akan memakan waktu yang cukup lama, asalkan semua elemin masyarakat mau mensosialisakan dampak yang ditimbulkan oleh carok, sementara carok sendiri tidak menyelesaikan masalah akan tetapi menambah masalah baru, bebernya.

Dikatakan, meski budaya carok di Madura sudah mulai hampir punah, namun bukan berarti budaya tersebut sudah hilang dari kehidupan masyarakat. Ada kemungkinan saat ini masyarakat Madura sudah memilih jalan yang lebih proporsional dalam menyelesaikan masalah, ketimbang melakukan carok, yang lebih banyak kerugiannya ketimbang untungnya. "Budaya carok saat ini mungkin sudah berkurang, tapi bukan budaya itu sudah luntur, terbukti tadi malam masih carok di Ambunten, dan korbannya meninggal Dunia, pungkasnya. (NDI)

Dewan Nilai Hery Lepas Tangan

SUMENEP – Mangkraknya tiga mega proyek miliaran rupiah dilingkungan Kabupaten Sumenep terus mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, termasuk dari Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumenep Juhari. Dirinya mengahimbau agar Hery Koentjoro selaku orang yang mengetahui realisasi proyek itu, harus tetap proakstif menangani persoalan  tersebut.
”Itu harus dilakukan, sehingga keberadaan proyek itu segera bisa dinikmati oleh masyarakat,” katanya
Tiga proyek rersebut yakni, proyek klaster rumput laut di Desa/Kecamatan Batuan. Hingga kini, gedung yang ditunggutunggu oleh sejumlah petani rumput laut tak terpakai. Padahal, gudang itu dibangun dengan biaya sekitar Rp 10 miliar oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur 2008 itu, hingga saat ini fungsinya belum dirasakan manfaatnya. Banyak pihak menilai proyek itu salah sasaran lantaran lokasinya di tengah kota.
Kondisi yang sama terjadi pada proyek silo jagung di Kecamatan Bluto dan gudang beras di Kecamatan Ganding. Kedua proyek yang kontraknya selama tiga bulan pada 2009 itu merupakan program percontohan BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) yang salah satu unit eselon I di bawah Departemen Perdagangan (sekarang kementerian).
Pembangunan kedua gedung itu senilai Rp 4.361.000.000 dari nilai plafon Rp 5.123.000.000 yang dananya dari dana stimulus APBN pada tahun 2009. Untuk pembangunan silo jagung senilai Rp 1.983.000.000 dan gudang beras senilai Rp 2.378.000.000. Sampai saat ini, proyek silo jagung dan gudang beras itu tak bermanfaat bagi warga sekitar. Praktis, hanya menjadi bangunan mati, hanya saja pada waktu pelaksanaan pemilu tahun 2014 kemarin, sebagian gedung gudang beras itu difungsikan sebagai kantor pengawas pemilu kecamatan setempat.
”Jadi, kalau tidak segera dimanfaatkan, kan mubadzir,” terang Politisi PPP itu.
Pada saat pembanguan tiga mega proyek tersebut, pemangku jabatan tertinggi dilingkungan satker terkait, yakni Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumenep dan Dinas Perdagangan (Disperindag) masih di pangku oleh Heri Koentjoro yang saat ini Hery Koentjoro sudah beralih menjadi Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Sumenep, setelah menjabat sebagai Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) setempat.
Sedangkan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikana (DKP), saat ini sudah dijabat oleh Moh. Jakfar. Sementara Kepala Dinas Perdagangan (Disperindag) tampuk kekuasaan dijabat oleh Syaiful Bahri yang sebelumnya menjabat sebagai Kabag Perekonomian Setkab Sumenep dan kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) setempat.
”Walaupun sudah ada pergantian, namun orang pertama kali itu yang lebih tahu, dan itu yang harus bertanggungjawab sepenuhnya,” tukas Juhari.
Sementara Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Hery Koentjoro mengatakan, walaupun dirinya sudah tidak lagi menjabat di dua instansi itu, namun rasa tanggungjawab masih terus ada.
Bahkan, saat ini dirinya selalu melakukan koordinasi dengan pejabat di dua SKPD tersebut. ”Komonikasi tetap inten kami lakukan, bahkan kemarin kami menanyakan lagi terkait pekembangan ketia proyek itu,” katanya
Menurut Hery, belum dioperasikan tiga mega proyek itu, disebabkan karena masih belum ada serahterima dari pemerintah pusat. ”Kalau yang kalster rumput laut itu, sudah ada pelimpahan tahun lalu. Namun, saat ini masih mencari investor yang siap untuk mengelola,” terangnya
Bahkan, semasa dirinya menjabat sebagai kepala dinas di dua SKPD itu, dirinya sudah melayangkan surat permohonan pelimpahan. ”Dulu kami sudah mengirimkan surat beberapa kali, namun masih belum ada tanggapan,” katanya.
Bahkan, lanjut Hery, saat dirinya berupaya untuk menmui pejabat yang menangani, pejabat yang menangani terkesan merecohkan upaya tersebut. ”Saat kami bertemu dulu, pejabat itu mengatakan jika dirinya tiak hanya mengurusi di satu daerah saja, melainkan mengurusi semua daerah yang ada di Indonesia. Jadi, tunggu saja nanti,” pungkas Hery. (88)

Banyak Sekolah Berjalan Tanpa Nahkoda

SUMENEP - Upaya Pemerintah untuk memajukan pendidikan di Kabupaten Sumenep nampaknya sangat sulit dicapai. Buktinya, saat ini banyak sekolah dasar dibawah naungan Dinas Pendidikan (Diknas) setempat berjalan tanpa dipandu oleh kepala sekolah (kepsek). Untuk meminij agar kegitan belajar mengajar (KBM) dan proses adminitrasi tetap berlangsung, sekolah plat merah itu diisi oleh pelaksana tugas (Plt).
Berdasarkan informasi yang dihimpun koran madura, sekolah yang berjalan tanpa nahkoda itu sekitar 100 sekolah yang menyebar hampir di seluruh kecamatan yang berada di Kabupaten Ujung Timur Pulau Madura ini. Tidak adanya kepala sekolah itu, diakibatkan karena banyak abdi negara yang pensiun dan dipindah tugaskan.
Akibatnya, proses adminitrasi di sejumlah sekolah tersebut tidak berjalan maksimal, bahkan juga berdampak terhadap pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan perpustakaan dan bangunan rehap gedung sekolah itu sendiri. "Kalau Plt itu, tidak bisa membuat keputusan layaknya kepala sekolah definitif. Jadi, kalau sudah ada bantuan dari APBN otomatis tidak bisa direalisasikan," kata koordinator Lemabaga Kajian Kritis Sumenep (LKKS) Junaidi, SH.
Lebih lanjut koordinator Tim Peneliti dan Investigasi Sumenep Corruption Watch (SCW) itu, berdasarkan hasil temua dilapangan banyak sekolah yang gagal menerima bantuan perintah. Salah satunya, SDN Sakala I Kepulauan Sapeken. Dimana pada tahun 2014 sekolah plat merah itu mendapatkan bantuan revitalisasi sekolah (RKB, Rehab dan perpustakaan) senilai Rp 500.000.000 dari pemerintah pusat.
Hanya saja bantuan tersebut digagalkan lantaran sekolah dibawah naungan Disdik itu, tidak ada kepala sekolahnya, melainkan saat ini hanya dijabat oleh Plt. "Bisa dikatakan jika Diknas tidak serius dalam membangun dunia pendidikan di Sumenep," terangnya
Lebih lanjut Junaidi mengatakan, selain menghambat terhadap pembangunan infrastruktur, juga telah mengabaikan sebagian hak murid itu sendiri. Sebab, secara normatif keterbatasan sarana itu telah merugikan peserta didik. "Sedangkan secara subtantif berakibat pada proses belajar dan mengajar yang tidak kondusif karena para siswa tidak mendapatkan hak-hak yang sebagaimana mestinya," terangnya.
Oleh karena itu, dengan kejadian diatas, kami minta kepada komisi D DPRD Sumenep agar Kepala Dinas Pendidikan Sumenep dipanggil dan diperintahkan untuk mengeluarkan SK Definitif demi kelangsungan proses belajar yang kondusif dan hak-hak siswa terpenuhi.
Sekretaris Komisi D DPRD Sumenep Moh. Herman mengaku telah mendengar adanya kasus tersebut. Dirinya selaku wakil rakyat mengaku kecewa. Sebab, akibat tidak adanya SK Kepsek Definitif tersebut, dinilai telah menghambat terhadap proses pembangunan infrastruktur dilingkungan Diknas itu sendiri.
Bahkan, sebagai upaya dari Komisi D DPRD Sumenep untuk menyelesaikan persoalan itu, pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil A. Shadik selaku pemangku kebijakan tertinggi dilingkungam Diknas setempat. "Dalam waktu dekat, kami akan memanggil Kepala Diknas," katanya
Hanya saja dirinya masih belum bisa menentukan kapan pemanggilan itu akan dilakukan. "Kalau masalah waktu, kami tidak bisa menentukan. Karena takut berbenturan denga agenda internal Dewan. Jadi, tunggu saja perkembangan selanjutnya," ungkapnya.
Kepala Disdik Sumenep A. Shadik mengakui jika sebelumnya memang banyak kepala sekolah yang tidak memiliki SK Definitif. Hanya saja berjalannya waktu yang cukup pesat, SK Definitif puluhan kepala sekolah itu sudah terselesaikan dengan baik. "Semuanya butuh proses, masalah SK Definitif kepala sekolah sudah selesai semua," katanya.
Sehingga lanjut Shadik, sejumlah warga tidak perlu khawatir lagi kedepan sekolah favoritnya tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah. "Soal adminitrasi kami terus berbenah, utamanya yang menyangkut masa depan dunia pendidikan kedepannya," tukasnya. (93)

Ketua Dewan Dinilai Tidak Serius

LKKS Tuntut Ketua Dewan Mundur
SUMENEP – Belum dilakukannya pembahasan RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) tahun 2015 sedikit demi sedikit akan segera terkuak. Salah satu penyebab belum dilakukan pembahasan itu, akibat ketidak seriusan ketua DPRD Sumenep Herman Dali Kusuma dalam menjalankan roda kepemimpinan di internal DPRD Sumenep.
Buktinya, hingga saat ini semua agenda yang telah dilewati selalu berbuntut permasalahan yang berkepanjangan. Salahsatunya penetapan alat kelengkapan dewan, seperti pembentukan komisi, badan anggaran (Banggar) dan alat kelengkapan lainnya, hingga saat ini masih dalam tahap penyelesaian di Pemprov Jatim.
Akibatnya, sejumlah kegiatan wajib internaldewan, seperti Pembahasan RAPBD terus molor hingga waktu yang tidak ditentukan. Padahal informasinya, saat ini draf KUA dan PPAS RAPBD tahun 2015 sudah berada ditangan pimpinan. Namun sayangnya, pimpinan masih belum menjadwalkan pembahasan tersebut. Bahkan saat ini sejumlah anggota Dewan terkesan masih lebih mementingkan kepentingan yang bersifat sektoral (Partai Politik) dibandingkan melakukan pembahasan APBD tahun 2015.
”Kami sangat kecewa, karena sampai saat ini sejumlah anggota DPRD terkesan lebih mementingkan kepentingan yang bersifat sektoral, dibandingkan kepentingan masyarakat umum, seperti pembahasan APBD tahun 2015,” kata pengamat hukum dan politik Rausi Samorano kemarin.
 Hal senada juga dikatakan oleh Koordinator  Lembaga Kajian Kritis Sumenep (LKKS) Junaidi. Bahkan menurutnya, ketua Dewan sebgai pemegang kekuasan tertinggi, harus bisa mempertanggungjawabkan. ”Jika tidak, maka lebih baik ketua dewan secepatnya mundur dari jabatan yang sedang disandangnya,” ungkap Junaidi kepa Koran Madura kemarin.
 Tindakan tersebut, menurut Junaidi merupakan tindakan tegas seorang pemimpin. Sebab, mulai sejak ditetapkan sebagai ketua Difinitif oleh, yakni tanggal 20 Oktober yang lalu, power kepemimpinan Herman dinilai masih belum tanpak sedikitpun. ”Ini sudah menunjukkan jika Ketua sudah tidak mampu mengendalikan roda keperintahan di internal dewan. Maka sebelum terlambat, lebih baik tinggalkan saja jabatannya,” ungkapnya
Menurut Junaidi, molornya pembahasan APBD itu, tidak hanya ketua yang bertanggungjawab, melainkan parpol yang mendelegasikan Herman Dali Kusuma sebagai ketua DPRD pereode 2014-2019 juga harus bertanggungjawab. Sebab, terbentuknya Herman Dali Kusuma sebagai ketua DPRD, tidak lepas dari partai politik yang mengusungnya dalam pesta demokrasi ditingkat desa tahun 2014 yang lalu. Yakni partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Bahkan, lanjut Junaidi, rekomendasi yang dikeluarkan oleh partai politik yang dicetuskan pertamakalinya oleh KH. Abd. Rahman Wahid (Gusdur), salah sasaran. ”Kalau kami mengamati peta politik diinternal partai PKB, memang rekom yang diberikan sudah sangat keliru, makanya PKB juga harus bertanggungjawab,” ungkap Tim Peneliti dan Investigasi Sumenep Corruption Watch (SCW).
Sebab, sambung Junaidi, pada saat pemilihan legislative 9 April yang lalu, banyak kader partai berlambangkan bumi dikelilingi sembilan bintang yang berpotensial untuk menjabat sebagai ketua DPRD pereode 2014-2019. Salah satunya, Abrori Mannan, Hamid Alimunir. ”Kalau dilihat dari kapabilitas kepemimpinannnya, pengalaman dan jumlah suara dalam pileg kemarin, dua kader itu sepertinya lebih pas menjabat ketua,” tukasnya.
Belum dilakukannnya pembahasan RPABD itu, juga diakui oleh Wakil Pimpinan DPRD Sumenep Ach. Salim. ”Untuk pembahasan RAPBD masih belum dilakukan, karena masih belum dibahas di Bamus (Badan Musyawarah),” katanya.
Bahkan lanjut Politisi PPP itu, saat ini pimpinan DPRD masih akan melakukan perundingan dengan timgar (Tim Badan Anggran) DPRD setempat. ”Saat ini kami sudah melakukan konsultasi, itu dilakukan untuk menyamakan persipsi dalam rangka mengawal kepentingan Rakyat,” terangnya.
Ditanya soal target penyelesaian pembahasan RAPBD, pihaknya mengatu tidak mempunyai target. ”Yang jelas, sebelum akhir tahun ini harus sudah selesai,” ungkapnya

Gagalnya Paripurna, Hambat Pembahasan APBD

SUMENEP - Koordinator tim investigasi Sumenep Corruption Watch (SCW) Junaidi Pelor menilai gagalnya rapat paripurna penetapan pimpinan DPRD Sumenep, akan menghambat terhadap tugas dan fungsi anggota dewan, utamanya dalam pembahasan APBD (Anggran Pendapatan Belanja Daerah) tahun 2015 yang hingga kini masih belum terselesaikan.
Padahal, sesuai yang diamanahkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 37/2014 tentang pedoman penyusunan APBD tahun 2015 selambat-lambatnya harus selesai diakhir bulan Desember 2014 yang lalu. Hal itu sesuai dengan pasal 116 ayat 2 Permendagri nomor 13/2006 yang diubah menjadi Permendagri Nomor 21/2011.
”Jadi, pemerintah daerah dan DPRD dalam menyusun anggaran APBD harus berkiblat terhadap peraturan yang ada. Sehingga, dalam penyusunan APBD tidak cacat hukum,” kata Junaidi kepada Koran Madura kemarin.
Dikatakan, semestinya kata Junaidi pemerintah daerah telah menyampaikan tahapan penyusunan APBD tahun 2015 mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan KUA dan rancangan PPAS terhadap DPRD setempat untuk dilakukan pembahasan. ”Kalau mengacu terhadap peraturan Permendagri, itu harus disampaikan pada akhir bulan juli kemarin. Namuan sampai saat ini tampaknya masih belum dilakukan,” terangnya
Dari hasil pembahasan tersebut, lanjut Junaidi, akan menjadi pijakan dalam penyusunan APBD tahun 2015 yang akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD.
Sementara perda itu sendiri, akan menjadi payung hukum dalam penyusunan APBD tahun 2015. Sementara batas waktu penyelesaian itu semua, sesuai permendagri nomor 30/2006 pasal 105 ayat 3 C yang diubah menajadi Permendagri nomor 21/2011 paling lambat akhir November mendatang. ”Nah, sekarang mungkinkah itu terselesaikan?, jika tidak bisa, Maka penyesunan APBD tahun 2015 bisa dibilang cacat hukum,”  terangnya
Sementara Ketua Sementara DPRD Sumenep Abrori Mannan membantah jika tertundanya rapat paripurna penetapan pimpinan DPRD itu, akan menghambat kenerja Dewan."Kami tetap optimis jika semua tigas dewan akan terselesaikan tepat waktu," kata politisi PKB asal Kecamatan Pragaan itu.
Soal tertundanya rapat paripurna, dirinya berdalih karena persoalan adminitrasi semua pimpinan kader partai yang dapat jatah pimpinan masih belum sesuai dengan peraturan yang ada.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16/2010 tentang pedoman penyusunan peraturan dewan perwakilan rakyat daerah dan Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setiap kader partai yang direkomendasikan menjadi pimpinan, itu harus dapat rekomendasi dari DPP. "Jadi, penundaan itu sudah hasil kesepakatan forum. Karena kami tidak ingin hasil keputusan nanti cacat hukum," dalihnya.
Sesuai surat yang telah diterima oleh Ketua Sementara DPRD Sumenep, kempat calon yang diusulkan dari partai politik menjadi pipinan DPRD yakni, dari PKB mengusulkan Herman Dali Kusuma, PPP, Achmad Salim, Demokrat, Hanafi dan PAN Faisal Muklis. Hanya saja keempat partai politik yang mendapatkan surat rekomendasi dari DPP hanya satu, yakni PAN. (JUNAEDI)

Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD
Sesuai ketentuan Permendagri nomor 13 Tahun 2006 pasal 105 ayat 3 c yang diubah menjadi Permendagri nomor 21 tahun 2011.

NO
URAIAN
WAKTU
LAMA
1
Penyusunan RKPD
Akhir Bulan Mei

2
Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh ketua TPAD kepada Kepala Daerah Daerah
Minggu I bulan Juni
1 Minggu
3
Penyampaian Rancangan KUA dan Rancangan PPAS oleh Kepala Daerah kepada DPRD
Pertengahan bulan Juni
6 Minggu
4
Kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD atas rancangan KUAdan rancangan PPAS
Akhir bulan Juli
5
Penerbitan Surat Edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD
Awal  bulan Agustus
8 Minggu
6
Penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD dan RKA-SKPD dan RKA-PPKD serta penyusunan rancangan Perda tentang APBD
Awal bulan Agustus sampai dengan akhir bulan September
7
Penyampaian rancangan perda tentang APBD kepada DPRD
Minggu I bulan Oktober
2 Bulan
8
Pengambilan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah
Paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
9
Menyampaikan rancangan perda tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD kepada MDN/Gub untuk di evaluasi
3 hari kerja setelah persetujuan bersama

10
Hasil evaluasi rancangan perda tentang APBD dan rancaangan Perkada tentang penjabaran APBD
Paling lama 15 hari kerja setelah rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD diterima oleh MDN/Gub

11
Penyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD sesui hasil Evaluasi yang ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD tentangpenyempurnaan Rancangan Perda tentang APBD
Paling lambat 7 hari kerja (sejak diterima keputusan hasil evaluasi)

12
Penyampaian keputusan DPRD tentang penyempurnaan rancangan Perda tentng APBD kepada MDN/Gub
3 hari kerja setelah hasil keputusan pimpinan DPRD ditetapkan

13
Penetapan Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi
Paling lambat akhir Desember (31 Desember)

14
Penyampaian perda tentang APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD kepada MDN/Gub
Paling lambat 7 hari kerja setelah Perda dan Perkada ditetapkan.