SUMENEP
- Upaya Pemerintah untuk memajukan pendidikan di Kabupaten Sumenep nampaknya
sangat sulit dicapai. Buktinya, saat ini banyak sekolah dasar dibawah naungan
Dinas Pendidikan (Diknas) setempat berjalan tanpa dipandu oleh kepala sekolah
(kepsek). Untuk meminij agar kegitan belajar mengajar (KBM) dan proses
adminitrasi tetap berlangsung, sekolah plat merah itu diisi oleh pelaksana
tugas (Plt).
Berdasarkan
informasi yang dihimpun koran madura, sekolah yang berjalan tanpa nahkoda itu
sekitar 100 sekolah yang menyebar hampir di seluruh kecamatan yang berada di
Kabupaten Ujung Timur Pulau Madura ini. Tidak adanya kepala sekolah itu,
diakibatkan karena banyak abdi negara yang pensiun dan dipindah tugaskan.
Akibatnya,
proses adminitrasi di sejumlah sekolah tersebut tidak berjalan maksimal, bahkan
juga berdampak terhadap pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan
perpustakaan dan bangunan rehap gedung sekolah itu sendiri. "Kalau Plt
itu, tidak bisa membuat keputusan layaknya kepala sekolah definitif. Jadi,
kalau sudah ada bantuan dari APBN otomatis tidak bisa direalisasikan,"
kata koordinator Lemabaga Kajian Kritis Sumenep (LKKS) Junaidi, SH.
Lebih
lanjut koordinator Tim Peneliti dan Investigasi Sumenep Corruption Watch (SCW)
itu, berdasarkan hasil temua dilapangan banyak sekolah yang gagal menerima
bantuan perintah. Salah satunya, SDN Sakala I Kepulauan Sapeken. Dimana pada
tahun 2014 sekolah plat merah itu mendapatkan bantuan revitalisasi sekolah
(RKB, Rehab dan perpustakaan) senilai Rp 500.000.000 dari pemerintah pusat.
Hanya
saja bantuan tersebut digagalkan lantaran sekolah dibawah naungan Disdik itu,
tidak ada kepala sekolahnya, melainkan saat ini hanya dijabat oleh Plt.
"Bisa dikatakan jika Diknas tidak serius dalam membangun dunia pendidikan
di Sumenep," terangnya
Lebih
lanjut Junaidi mengatakan, selain menghambat terhadap pembangunan infrastruktur,
juga telah mengabaikan sebagian hak murid itu sendiri. Sebab, secara normatif keterbatasan
sarana itu telah merugikan peserta didik. "Sedangkan secara subtantif
berakibat pada proses belajar dan mengajar yang tidak kondusif karena para
siswa tidak mendapatkan hak-hak yang sebagaimana mestinya," terangnya.
Oleh
karena itu, dengan kejadian diatas, kami minta kepada komisi D DPRD Sumenep
agar Kepala Dinas Pendidikan Sumenep dipanggil dan diperintahkan untuk
mengeluarkan SK Definitif demi kelangsungan proses belajar yang kondusif dan
hak-hak siswa terpenuhi.
Sekretaris
Komisi D DPRD Sumenep Moh. Herman mengaku telah mendengar adanya kasus
tersebut. Dirinya selaku wakil rakyat mengaku kecewa. Sebab, akibat tidak adanya
SK Kepsek Definitif tersebut, dinilai telah menghambat terhadap proses
pembangunan infrastruktur dilingkungan Diknas itu sendiri.
Bahkan,
sebagai upaya dari Komisi D DPRD Sumenep untuk menyelesaikan persoalan itu,
pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil A. Shadik selaku pemangku kebijakan
tertinggi dilingkungam Diknas setempat. "Dalam waktu dekat, kami akan
memanggil Kepala Diknas," katanya
Hanya
saja dirinya masih belum bisa menentukan kapan pemanggilan itu akan dilakukan.
"Kalau masalah waktu, kami tidak bisa menentukan. Karena takut berbenturan
denga agenda internal Dewan. Jadi, tunggu saja perkembangan selanjutnya,"
ungkapnya.
Kepala
Disdik Sumenep A. Shadik mengakui jika sebelumnya memang banyak kepala sekolah
yang tidak memiliki SK Definitif. Hanya saja berjalannya waktu yang cukup pesat,
SK Definitif puluhan kepala sekolah itu sudah terselesaikan dengan baik. "Semuanya
butuh proses, masalah SK Definitif kepala sekolah sudah selesai semua,"
katanya.
Sehingga lanjut Shadik, sejumlah
warga tidak perlu khawatir lagi kedepan sekolah favoritnya tidak mendapatkan
bantuan dari pemerintah. "Soal adminitrasi kami terus berbenah, utamanya
yang menyangkut masa depan dunia pendidikan kedepannya," tukasnya. (93)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar