Kamis, 13 November 2014

PENAMBANGAN BATU DALAM PRAKTEK SEWA-MENYEWA TANAH PEGUNUNGAN MENURUT HUKUM ISLAM



A. Latar Belakang Masalah
Manusia pada umumnya hidup bermasyarakat karena untuk memenuhi segala kebutuhannya, ia memerlukan uluran tangan atau bantuan orang lain. Oleh karenanya manusia disebut sebagai makhluk sosial. Dalam Firman Allah SWT disebutkan:

Artinya:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Demikian Allah menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersukusuku menandakan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri melainkan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain. Interaksi antar sesama manusia ini akan membawa kemajuan peradaban manusia.
Hubungan antar sesama manusia dalam Islam disebut dengan istilah muamalah (dalam arti luas), salah satu lapangan pembahasan hukum Islam untuk mengatur kepentingan manusia dalam hidupnya. Muamalah tujuannya adalah untuk menciptakan kemaslahatan-kemaslahatan manusia dan menghindarkan kesulitan manusia dengan menghindari yang batal dan haram.
Hal ini berbeda dengan ibadah yang memiliki tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bersyukur atas nikmat Allah dan mengharapkan pahala di akhirat. Ibadah bersifat statis, tidak boleh melampaui apa yang telah disyariatkan dan terikat dengan cara-cara yang diperintahkan oleh Allah.[1]
Menurut Ibnu Abidin muamalah meliputi lima perkara yaitu: transaksi kebendaan (al-mu’awadul maliyah), pemberian kepercayaan (amanat) seperti titipan barang dan sebagainya, perkawinan (munakahat), urusan persengketaan dan pembagian warisan.[2]
Pengertian muamalah menurut bahasa yaitu perhubungan atau pergaulan. Menurut pembagian lapangan pokok fiqh yang telah disepakati oleh fuqaha, maka yang dimaksud muamalah adalah pembagian fiqh selain ibadah yaitu hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia sesame manusia. Muamalah dalam arti yang khusus menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa sebagaimana dikutip oleh Drs. Masduha Abdurrahman yaitu bagian fiqh yang membahas hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan dan perhubungan manusia sesama manusia dalam urusan kebendaan dan hak-hak kebendaan serta cara-cara menyelesaikan persengketaan mereka.[3]
Dalam Islam telah dijelaskan macam-macam bentuk dan tata cara bermu’amalah seperti jual beli, sewa menyewa, bagi hasil dan sebagainya. Namun tingkat pengetahuan agama yang berbeda-beda pada setiap orang atau masyarakat akan mempengaruhi sistem akad yang sering dilakukan oleh masyarakat. Apakah akad tersebut telah sesuai dengan hukum Islam atau tidak?
Masyarakat awam sering melakukan akad atau transaksi hanya berdasarkan pada kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dan berkembang pada masyarakat itu, tanpa mengetahui atau memperhatikan seluk-beluk hukumnya, terutama dalam hukum Islam.
Seperti kasus yang terjadi pada sebagian masyarakat Desa Ellak Daya, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep yang menambang batu guna menambah penghasilan keluarga, dan ada juga yang merantau ke pusat-pusat perekonomian di kota besar. Batu-batuan yang melimpah menarik minat sebagian masyarakat untuk digali karena memiliki nilai manfaat dan nilai jual. Pemanfaatan yang paling sederhana digunakan sebagai bahan bangunan. Dan dalam perkembangannya batu dapat digunakan untuk aneka kebutuhan, tergantung dari jenis dan kualitas batu. Seperti peralatan dapur, kerajinan maupun ornamen hias.
Namun tidak semua orang yang mampu menambang batu memiliki lahan pertambangan, sehingga penambang mencari lahan dengan jalan membeli atau menyewa kepada orang lain. Biasanya lahan pertambangan batu berupa bukit kecil atau lereng bukit dengan kandungan batu yang dominan, tidak banyak ditumbuhi tanaman keras dan memiliki lapisan tanah yang sedikit.
Praktek eksploitasi lahan penambangan batu di Desa Ellak Daya yang melibatkan dua belah pihak yaitu antara pemilik lahan dan pengelola lahan yang kemudian melakukan akad atau perjanjian, di mana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban. Pihak pemilik lahan memberikan lahannya kepada pengelola dengan kompensasi pembayaran dan dalam jangka waktu tertentu kemudian pihak pengelola berkewajiban membayarnya dan memiliki hak atas lahan tersebut untuk mengelolanya yaitu dengan mengambil material berupa batu dalam waktu yang telah ditentukan sesuai dengan kesepakatan ketika melakukan perjanjian. Setelah akad atau perjanjian berakhir, maka lahan tersebut dikembalikan lagi kepada pemiliknya.
Praktek tersebut oleh masyarakat Desa Ellak Daya disebut sebagai perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian sewa menurut pengertian syara’ adalah     عقد على المنافع  بعوض  suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.”[4]
Perjanjian sewa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ellak Daya tersebut tentunya tidak sesuai dengan pengertian sewa yang dimaksudkan karena adanya perpindahan tangan terhadap obyek perjanjian, sedang dalam perjanjian sewa tidak ada pengambilan terhadap obyek perjanjian tetapi hanya sebatas pada pemanfaatan obyek perjanjian. Perjanjian tersebut juga terkesan sebagai perjanjian jual beli karena terjadi perpindahan tangan terhadap obyek perjanjian yaitu material berupa batu yang terkandung di dalamnya.
Kasus tersebut mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut terhadap praktek eksploitasi lahan penambangan batu yang terjadi di Desa Ellak Daya, kemudian menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap praktek tersebut.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut penulis merumuskan pokok masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk eksploitasi lahan penambangan batu di Desa Ellak Daya?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam terhadap praktek tersebut?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a.  Untuk menjelaskan praktek eksploitasi lahan penambangan batu yang terjadi di  Desa Ellak Daya.
b. Menjelaskan pandangan hukum Islam terhadap praktek eksploitasi lahan  penambangan batu.
2. Kegunaan Penelitian
a. Sebagai sumbangsih pemikiran dalam hukum Islam khususnya tentang muamalah.
b.  Sebagai sumbangan pemikiran kepada warga Desa Ellak Daya pada umumnya dan pihak-pihak yang terlibat.

D. Telaah Pustaka
Dalam sebuah skripsi yang ditulis oleh Siti Nurhayati, AKTIVITAS PENAMBANGAN BATU KAPUR DAN SUMBANGANNYA TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI DESA TLOGOTIRTO KECAMATAN GABUS KABUPATEN GROBOGAN menunjukkan hasil penelitiannya bahwa 32,14% responden di Desa Tlogotirto berumur 35-39 tahun. Tingkat pendidikan responden sebanyak 98,21%tamatan SD. Responden sebanyak 30,36% berdomisili di dusun Ngrejeng. Untuk jumlah tanggungan keluarga, responden sebanyak 58,93% memiliki tanggungan keluarga 3-4 orang. Sebagian besar responden yaitu 82,14% menguasai luas lahan pertanian kurang dari 0,5 Ha dengan status lahan penambangan 76,79% dari responden bekerja bukan pada lahan milik sendiri tetapi lahan milik orang lain.Dalam kemampuan mengambil batu kapur, responden sebanyak 57,14% mampu mengambil batu kapur rata-rata 2-3m perhari dan responden sebanyak 73,21% rata-rata mampu menggali sedalam 1-1,5m perhari. Adapun alat yang digunakan berupa cangkul, gancu, dan keranjang. Responden sebanyak 89,29% membiarkan begitu saja bekas galian batu kapur tanpa ada usaha untuk menutupnya kembali. Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh responden sebanyak 64,29% dimula jam 06.00-17.00 atau selama 9 jam perhari dengan pendapatan responden perhari seluruhnya kurang dari Rp 10.000,00.[5]
Dalam skripsi lain yang ditulis oleh Agussalam Nasution, KEPEMILIKAN BAHAN GALIAN PERTAMBANGAN (BGP) DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM NASIONAL INDONESIA (Suatu Tinjauan Terhadap Status Tambang Rakyat Ilegal di Mandailing Natal) menguraikan menganai kepemilikan bahan galian pertambangan (BGP) ditinjau dari hukum Islam dan hukum nasional.
a). Kepemilikan BGP dalam Persfektif Hukum Islam
Secara umum ada dua jenis barang temuan berharga yang bisa diperdapati manusia dalam perut bumi yaitu pertama, barang-barang tambang, dan kedua, harta peninggalan orang-orang zaman dahulu yang tertimbun di bumi karena suatu sebab-sebab tertentu, barang jenis kedua ini biasa disebut dengan harta karun. Dalam melihat kepemilikan barang-barang tambang/harta karun ini, ada perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Perbedaan pendapat ini secara umum dibahagi kepada dua pendapat yakni, pendapat Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah disatu pihak dan pendapat Malikiyah di pihak lain.
Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa kepemilikan barang tambang itu adalah merujuk atau berdasarkan kepada kepemilikan tanah itu sendiri, sedangkan ulama Malikiyah berpendapat bahawa barang-barang tambang adalah dikuasai oleh negara. Pernyataan pendapat para ulama ini bias kita telusuri dalam beberapa kitab klasik karya ulama-ulama mazhab tersebut.
b). Kepemilikan BGP dalam Persfektif Hukum Nasional
Dalam hal bahan galian pertambangan yang tidak dimiliki oleh seseorang atau kelompok dijelaskan bahwa negara tidak memiliki, melainkan bertindak selaku pemegang kekuasaan. Baik dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 maupun Undang-Undang Peraturan Dasar Agraria (UUPA) ditegaskan bahwa hak menguasai oleh Negara adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan bahan galian pertambangan yang berada di atas hak milik, tidak ada ketentuan khusus tentang hal ini, namun merujuk kepada hak penguasaan negara atas tanah dalam UUPA, maka kepemilikan individu dan kelompok (komunitas adat) terhadap tanah diakui keberadaannya. Berdasarkan hal ini maka barang-barang tambang yang berada di atas tanah hak milik harus juga diakui keberadaannya sebagai bahagian dari hak kepemilikan tanah tersebut. Negara tidak boleh sewenang wenang memberi izin kepada seseorang/badan Usaha untuk mengambil bahan tambang yang berada di atas tanah milik pribadi maupun yang berada di atas tanah milik komunitas adat. Hal ini karena penguasaan negara atas tanah bukan lah berarti penguasaan dengan maksud memiliki sepenuhnya, namun penguasaan itu adalah hak negara untuk mengatur penyelengggaraan pertanahan agar bias dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.[6]
            Jadi, penelitian mengenai penambangan batu dalam praktek sewa-menyewa menurut hukum Islam masih belum pernah dibahas. Maka, penulis berniat untuk mengangkatnya sebagai salah satu persyaratan tugas akhir dalam bentuk skripsi, di mana objek penelitiannya adalah Desa Ellak Daya.

E. Kerangka Teoritik
            Kerangka teoritik yang dipakai adalah berdasarkan dasar hukum sewa-menyewa dan jual-beli, karena keduanya sangat berkaitan dalam pemecahan masalah ini. Dasar-dasar hukum tersebut diambil dari Al-Qur’an, hadits dan ijma’.
1.      Sewa-menyewa
a.      al-Qur’an
وان اردتم ان تسترضعوا اولادكم فلا جناح عليكم اذا سلمتم ما اتيتم با لمعروف واتقوا الله واعلموا ان الله بما تعملون بصير[7]
Artinya:
Dan jika kamu ingin  anak-anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan bayaran menurut yang patut. bertaqwalah kepada Allah ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
b.      al-Hadis
عن ابن عباس قال احتجم االنبي ص.م. واعطى الذى حجمه ولوكان حراما لم يعطه[8]
Artinya :
Dari Ibnu Abbas berkata: berbekamlah Nabi saw. dan memberikan ongkos bekamnya dan jika seandainya haram maka beliau tidak akan memberinya.”
2.      Jual-Beli
a.      al-Qur’an
واحل الله البيع وحرم الربوا[9]
Artinya:
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
يأيها الذ ين امنوا لا تأكلوا اموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم[10]
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yangberlaku dengan suka sama suka diantara kamu.
b.      al-Hadis
سئل النبي صلى الله عليه وسلم أى الكسب أطيب؟ قال: عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور[11]
Artinya:
Seseorang bertanya kepada Nabi saw. apakah pendapatan (perolehan) yang baik dengan pekerjaan hasilkaryanya sendiri serta jual beli yang mabrur.
إنما البيع عن تراض[12]
Artinya:
Sesungguhnya jual-beli itu atas dasar sukarela.
c.       Ijma’
Para ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.[13]
Melihat dari dasar hukum jual beli ini baik yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadis dan ijma’ jelas bahwa jual beli itu halal untuk dilakukan serta juga jual beli itu harus didasarkan pada kerelaan yang melakukannya.


F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penyusun lakukan adalah penelitian lapangan (field research) yaitu dengan cara mencari data secara langsung ke lapangan untuk mengetetahui lebih jelas pelaksanaan praktek penambangan batu di Desa Ellak Daya.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah diskripsi yaitu untuk menggambarkan secara jelas terhadap pelaksanaan praktek tersebut.
3. Pendekatan Penelitian 
Berdasarkan pada sifat penelitian tersebut, maka pendekatan yang penyusun gunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan normatif, yaitu analisa tentang penambangan dalam praktek sewa-menyawa di Desa Ellak Daya itu dilihat dan diukur dengan hukum Islam. Apakah pelaksanaannya menyimpang dari aturan hukum Islam atau tidak.
4. Populasi dan Sampel
Sebelum menentukan populasi dan sampel dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu penyusun memberikan pengertian tentang populasi dan sampel.
Yang dimaksud dengan populasi yaitu semua individu untuk siapa kenyataan yang diperoleh dari sampel itu hendak digeneralisasikan sedangkan yang dimaksud dengan sampel yaitu sebagian individu yang diselidiki.[14] Populasi yang dimaksud dalam skripsi ini adalah penambang batu dan pemilik tanah, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah aparat pemerintah Desa, dan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh agama.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Penyusun menggunakan metode observasi atau pengamatan secara langsung atau direct observation. Metode pengamatan langsung yaitu jenis pengamatan yang dilakukan oleh seorang peneliti secara langsung terhadap subjek yang diteliti. Metode ini diperlukan untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap subjek penelitian dan sebagai konfirmasi terhadap data yang diperoleh dengan dua metode lain yang juga digunakan.
b. Wawancara
Wawancara ini merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan jalan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Dalam pengumpulan data ini penyusun bertanya langsung kepada responden yang meliputi individu yang terlibat meliputi pemilik tanah, penambang batu, tokoh agama, dan tokoh masyarakat yang berada di sekitar Desa Ellak Daya tersebut.
Sedangkan teknik wawancara menggunakan wawancara semi terstruktur (semi structured interview), yakni pertanyaan yang diajukan sesuai daftar yang fleksibel atau sebuah pedoman yang tidak dari sebuah angket formal.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah penelitian terhadap dokumen-dokumen yang berkenaan dengan data yang dibutuhkan, seperti, surat-surat, akta, catatan-catatan buku-buku dan keterangan lain yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
6. Analisis Data
Analisis yang digunakan oleh penyusun adalah analisis deduktif. Analisis deduktif adalah cara untuk menganalisa data yang bersifat umum, kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
7. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang dipakai untuk menarik kesimpulan adalah dengan pendekatan tekstual normatif. Penyusun akan menganalisa antara kesesuaian data dalam Al-Quran dan hadis maupun kitab-kitab fiqh.

F. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri dari lima bab. Pada bab pertama terdiri dari lima sub bab, diawali dengan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah yang diteliti. Kedua, perumusan masalah, merupakan penegasan apa yang terkandung dalam latar belakang masalah. Ketiga, tujuan dan kegunaan penelitian, tujuan adalah keinginan yang akan dicapai dalam penelitian ini, sedangkan kegunaan penelitian merupakan manfaat dari hasil penelitian.
Keempat, metode penelitian, yang berisi tentang cara-cara yang digunakan dalam penelitian. Kelima, sistematika pembahasan, berisi tentang struktur dan turunan yang akan dibahas dalam skripsi.
Bab kedua berisi tentang gambaran umum tentang akad, ijarah dan jual beli dalam hukum Islam yang terdiri dari tiga sub bab, pada sub bab pertama membahas tentang pengertian, dasar hukum, rukun, syarat sah, dan batalnya akad. Sub bab kedua, berisi tentang pengertian sewa. Sub bab ketiga, berisi tentang pengertian, dasar hukum, tujuan, rukun, dan syarat jual beli.
Bab ketiga berisi tentang gambaran umum Desa Ellak Daya dan pelaksanaan praktek penambangan batu di Desa Ellak Daya yang terbagi dalam dua sub bab, sub bab pertama membahas tentang batas dan luas wilayah, keadaan geografis arbitasi, kependudukan, keadaan sosial, ekonomi, dan keagamaan. Sub bab kedua, membahas tentang pelaksanaan praktek penambangan batu di Desa Ellak Daya.
Bab keempat adalah praktek penambangan batu di Desa Ellak Daya ditinjau dari hukum Islam yang terbagi dalam dua sub bab. Sub bab pertama, berisi tentang praktek akad menambang batu ditinjau dari segi rukun dan syarat akad. Sub bab kedua, berisi tentang praktek akad menambang batu ditinjau dari segi bentuk dari sifat hukumnya.
Bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil analisis penelitian dan saran-saran yang sekiranya dapat digunakan sebagai masukan, sehingga praktek penambangan batu di Desa Ellak Daya tidak rancu dan sesuai dengan hukum Islam.


DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
ü  Ahmad Muhammad dan Abdul Karim, Fathi Ahmad. 1980. Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya, Alih bahasa Drs. H. Abu Ahmadi dan Anshari Umar Sitanggal. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
ü  Al-Bukhari, Abi Abdillah Ibnu Ismail. 1981. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr.
ü  An-Naisaiburi, Abi Husain Muslim al-Hajjaj al-Quraisi. t.t. Sahih Muslim. Beirut: Dar al Fikr.
ü  As-Sayyid Sabiq. 1977. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr.
ü  Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia.
ü  Majah, Ibn. t.t. Sunan Ibn Majah. Semarang: Toha Putra.
ü  Masduha, Abdurrahman. 1992. Pengantar dan Azas-azas Hukum Islam (Fiqh Muamalah). Surabaya: Central Media.
ü  Muhammad bin Isma’il as-San’ani. t.t. Subul as-Salam. Bandung: Dahlan.
ü  Rachmat Syafe’i. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung: CV. Pustaka Setia.
ü  Sutrisno Hadi. 1980. Metodologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.





                [1] Ahmad Muhammad dan Abdul Karim, Fathi Ahmad, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-prinsip dan Tujuan-tujuannya, Alih bahasa Drs. H. Abu Ahmadi dan Anshari Umar Sitanggal, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1980), hal. 179.
                [2] Masduha, Abdurrahman, Pengantar dan Azas-azas Hukum Islam (Fiqh Muamalah). (Surabaya: Central Media, 1992), hal. 28.
                [3] Ibid, hal. 32.

                [4] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1977), jilid III, hal. 198.
                [5]http://2skripsi.blogspot.com/2011/04/aktivitas-penambangan-batu-kapur-dan.html/ (Diakses pada 10 April 2012).

[7] al-Baqarah (2): 233
[8] al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, (Beirut: Dar al-Fikr,1981) III:54, Hadis dari Ibnu Abbas R.a
[9]  al-Baqarah (2): 375
[10] an-Nisa’ (4): 29
[11]Muhammad bin Isma’il as-San’ani, Subul as-Salam. “Bab Syurutuhu Wanaha ‘Anhu”. (Bandung: Dahlan, t.t.), III: 14, hadis sahih riwayat al-Hakim dari Rifa’ah Ibn Rafi’.
[12] Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, “12. Kitab at-Tijarat”, 18. Bab Ba'i al-Khiyar, (Semarang: Toha Putra, t.t.), III: 737, hadis nomor 2185, hadis sahih dari Daud Ibn Salih al-Madani dari ayahnya.
[13] Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, hlm. 75.
                [14] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I. Cet. X, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. 1980), hal. 70.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar