|
Ilustrasi |
SUMENEP – Uji coba pertanian organik yang dilakukan oleh Dinas
Pertanan dan Tanaman Pangan (Disperta) Sumenep mendapat sorotan tajam dari
kalngan dewan perwakilan rakyat (DPRD) setempat. Pasalnya, uji coba yang
dilakukan sekitar akhir tahun 2013 yang lalu dinilai tidak membuahkan hasil.
Bahkan saat ini mayoritas petani di kabupaten sumenep
masih tetap mengkonsumsi pupuk berbahan kimia. Sebab, mereka menilai penyerapan
bagi tanaman, baik tanaman padi maupun tanam holtikultural lainnya lamban.
”Mayoritas disini masih mengunkan pupuk Urea (pupuk berbahan kimia). Karena
saat meggunakan pupuk organik selalu gagal. Mungkin tanahnya yang tidak cocok,”
kata salah satu petani asal Kecamatan Ganding Sahawi.
Untuk diketahui, sekitar diakhir tahun 2013 yang lalu,
Disperta telah melakukan uji coba pupuk organik untuk tanaman padi dan jagung.
Uji coba itu diletakkan di tiga kecamatan, diantaran Kecamtan Dasuk dengan
komoditi Jagung dan Padi dan di Kecamtan Dungkek dengan komoditas Padi. Bahkan,
pada saat panin raya, Disperta sengaja merayakannya. Hanya saja, upaya tersebut
dinilai gagal.
Sebab, selain adanya program itu hanya terkesan
buang-buang anggaran dan pencitraan semata, juga tidak bisa memberikan daya tarik untuk dapat merubah
pola fikir petani sebelumnya.
Sehingga, adanya uji coba tersebut dinilai tidak memberikan pencerahan masa
depan petani yang lebih baik lagi.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumenep Juhari mengatakan, dalam pantauannya dilapangan,
masih banyak petani yang msih mengkonsumsi pupuk bersubsidi itu. ”Walaupun
sudah dilakukan uji coba, namun pola fikir petani masih tetap seperti dulu,
yakni masih mengantungkan pada pupuk berbahan kimia,” katanya
Menurut Juhari, belum berubahnya pola fikir tersebut,
disebabkan kurnagnya perhatian dari satker terkait. Sebab, saat ini petani
masihbelum bisa membedakan manfaat dan kegunaan menggunakan pupuk organik pada
tanman dan kesehatan. ”Kami kira, kalau hanya melaukan uji coba itu sangat
mudah, namuan kalu tidak diimbangi dengan konsistensi perubahan yang dilakukan,
maka uji coba itu percuma dilakukan,” terangnya.
Seharusnya, lanjut politisi PPP itu, jika salah satu SKPD
sudah melakukan uji coba, maka SKPD tersebut melakukan tindak lanjut dnegan
cara melakukan pendampingan terhadap masyarakat. Sehingga, dana yang telah
digelontorkan oleh pemerintah tidak terkesan hanya dijadikan bancakan untuk
meraup keuntungan semata.
”Kalau memang mempunyai tekat untuk membangkitkan petani
yang lebih baik, itu harus dilakukan. Namun fakta dilapangan tidak. Malah
setelah uji coba selesai, daerah itu langsung ditinggalkan begitu saja. kan kegiatan itu jadi percuma dilakukan,”
ungkapnya dengan nada penuh kesal.
Sayanganya, Kepala Disperta Sumenep Bambang Heriyanto
mengatakan, jika adanya luncuran program baru terebut sudah direspon baik dikalangan
petani. Bahkan saat ini berdsarkan pantuannya, sudah banyak petani yang sudah
beralih menggunakan pupuk organik.
Sebab, melihat dari hsil uji coba yang dilakukan,
hasilnya lebih melimpah dibandingkan dnegan memakai pupuk yang banyak
mengandung unsur kimia. ”Bayangkan, untuk tahap pertama saja setiap hektarnya
bisa menghasilakan sebanyak 8-9 kwintal. Sedangkan jika memakai pupuk kimia diperkirkan hanya
bisa menghasilkan sebanyak 4-5 kwintal setiap hektarnya,” katanya.
Selain itu, lanjut Bambang, pengunaan pupuk berkimia itu,
dinilai dapat mematikan hultikultural tanah. Sehingga, mengakibatkan kesuburan
tanah semakin berkurng, hingga pada akhirnya menjadi tanah mati. ”Ini merupakan
langkah kami agar petani tetap bisa berproduksi kedepannya,” terangnya. (D88/F93)